Ini Tulisan temen seperjuanganku. Tulus Setyo Pamuji namanya. Seorang Mahasiswa. Yang secara cuma-cuma diberi gelar Preman Intelektual oleh Kepala Prodi PGSD di kampusku. Sekarang dia adalah seorang pahlawan tanpa tanda jasanya Afika. You know Afika ? You know her so well laaaah :)
Allright. Check it out !!!!!
Allright. Check it out !!!!!
Ini Anggapan bahwa berpikir
secara mendalam tidaklah baik.
Ada
sebuah kepercayaan yang kuat dalam masyarakat bahwa berpikir secara mendalam
tidaklah baik. Mereka saling mengingatkan satu sama lain dengan mengatakan
"jangan terlalu banyak berpikir, anda akan kehilangan akal". Sungguh
ini tidak lain hanyalah omong kosong yang didengung-dengungkan oleh mereka yang
jauh dari agama. Yang seharusnya dihindari bukanlah tidak berpikir, akan tetapi
memikirkan
keburukan; atau terjerumus dalam keragu-raguan, khayalan-khayalan atauangan-angan kosong. Mereka yang tidak memiliki keimanan yang kuat kepada Allah dan hari akhir, tidak berpikir mengenai hal-hal yang baik dan bermanfaat, akan tetapi hal-hal yang negatif. Sehingga hasil yang tidak bermanfaatlah yang pada akhirnya muncul dari perenungan mereka. Mereka berpikir, misalnya, bahwa hidup di dunia adalah sementara, dan bahwa mereka suatu hari akan mati, akan tetapi hal ini menjadikan mereka putus harapan. Sebab secara sadar mereka tahu bahwa menjalani kehidupan tanpa mengikuti perintah Allah hanya akan menyengsarakan mereka di akhirat. Sebagian dari mereka bersikap pesimistik karena berkeyakinan bahwa mereka akan lenyap sama sekali setelah mati. Orang yang bijak, yang beriman kepada Allah dan hari kemudian memiliki pola pikir yang sama sekali berbeda ketika mengetahui bahwa hidup di dunia hanyalah sementara. Pertama-tama, kesadarannya akan kehidupan dunia yang sementara mendorongnya untuk memulai sebuah perjuangan atau kerja keras yang sungguh-sungguh untuk kehidupannya yang hakiki dan abadi di akhirat. Karena tahu bahwa hidup ini cepat atau lambat akan berakhir, ia tidak terlenakan oleh ambisi syahwat dan kepentingan dunia. Ia terlihat sangat tenang. Tak satupun peristiwa yang menimpanya dalam kehidupan yang sementara ini membuatnya marah.
keburukan; atau terjerumus dalam keragu-raguan, khayalan-khayalan atauangan-angan kosong. Mereka yang tidak memiliki keimanan yang kuat kepada Allah dan hari akhir, tidak berpikir mengenai hal-hal yang baik dan bermanfaat, akan tetapi hal-hal yang negatif. Sehingga hasil yang tidak bermanfaatlah yang pada akhirnya muncul dari perenungan mereka. Mereka berpikir, misalnya, bahwa hidup di dunia adalah sementara, dan bahwa mereka suatu hari akan mati, akan tetapi hal ini menjadikan mereka putus harapan. Sebab secara sadar mereka tahu bahwa menjalani kehidupan tanpa mengikuti perintah Allah hanya akan menyengsarakan mereka di akhirat. Sebagian dari mereka bersikap pesimistik karena berkeyakinan bahwa mereka akan lenyap sama sekali setelah mati. Orang yang bijak, yang beriman kepada Allah dan hari kemudian memiliki pola pikir yang sama sekali berbeda ketika mengetahui bahwa hidup di dunia hanyalah sementara. Pertama-tama, kesadarannya akan kehidupan dunia yang sementara mendorongnya untuk memulai sebuah perjuangan atau kerja keras yang sungguh-sungguh untuk kehidupannya yang hakiki dan abadi di akhirat. Karena tahu bahwa hidup ini cepat atau lambat akan berakhir, ia tidak terlenakan oleh ambisi syahwat dan kepentingan dunia. Ia terlihat sangat tenang. Tak satupun peristiwa yang menimpanya dalam kehidupan yang sementara ini membuatnya marah.
Berlepas
diri dari tanggung jawab melaksanakan apa yang diperoleh dari berpikir
kebanyakan manusia beranggapan bahwa mereka dapat mengelak dari berbagai macam
tanggung jawab dengan menghindarkan diri dari berpikir, dan mengalihkan akalnya
untuk memikirkan hal-hal yang lain. Dengan melakukan yang demikian di dunia,
mereka berhasil melepaskan diri mereka sendiri dari beragam masalah. Satu
diantara banyak hal yang sangat menipu manusia adalah anggapan bahwa mereka
akan dapat membebaskan diri dari kewajiban mereka kepada Allah dengan cara
tidak berpikir. Inilah sebab utama yang membuat mereka tidak berpikir tentang
kematian dan kehidupan setelahnya. Jika seseorang berpikir bahwa ia suatu hari
akan mati dan selalu ingat bahwa ada kehidupan abadi setelah mati, maka ia
wajib bekerja keras untuk kehidupannya setelah mati. Tetapi ia telah menipu
dirinya sendiri ketika berkeyakinan bahwa kewajiban tersebut akan lepas dengan
sendirinya ketika ia tidak berpikir tentang keberadaan akhirat. Ini adalah
kekeliruan yang sangat besar, dan jika seseorang tidak mendapatkan kebenaran di
dunia dengan berpikir, maka setelah kematiannya ia baru akan menyadari bahwa
tidak ada jalan keluar baginya untuk meloloskan diri. "Dan datanglah sakaratul
maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya. Dan
ditiuplah sangkakala. Itulah hari terlaksananya ancaman." (QS. Qaaf, 50:
19-20)
Tidak
berpikir akibat terlenakan oleh kehidupan sehari-hari kebanyakan manusia
menghabiskan keseluruhan hidup mereka dalam "ketergesa-gesaan".
Ketika mencapai umur tertentu, mereka harus bekerja dan menanggung hidup diri
mereka dan keluarga mereka. Mereka menganggap hal ini sebagai sebuah
"perjuangan hidup". Dan, karena harus bekerja keras, jungkir balik
dalam pekerjaan, mereka mengatakan tidak mempunyai waktu lagi untuk hal-hal
yang lain, termasuk berpikir. Akhirnya mereka pun terbawa larut oleh arus ke
arah mana saja kehidupan mereka ini membawa mereka. Dengan demikian, mereka
menjadi tidak
peka
lagi dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar. Namun, tidak
sepatutnya manusia memiliki tujuan hidup hanya sekedar menghabiskan waktu;
bergegas pergi dari satu tempat ke tempat yang lain. Yang terpenting di sini
adalah kemampuan melihat kenyataan sesungguhnya dari kehidupan dunia ini untuk
kemudian menempuh jalan hidup yang sebenarnya. Tidak ada satu orang pun yang
mempunyai tujuan akhir mendapatkan uang, bekerja, belajar di universitas atau
membeli rumah. Sudah barang tentu manusia perlu melakukan ini semua dalam
hidupnya, namun yang mesti senantiasa ada dalam benaknya ketika melakukan
segala hal tersebut yaitu kesadaran akan keberadaan manusia di dunia sebagai
hamba Allah, untuk bekerja demi mencari ridha, kasih sayang dan surga Allah.
Segala perbuatan dan pekerjaan selain untuk tujuan tersebut hanyalah berfungsi
sebagai "sarana" untuk membantu manusia dalam meraih tujuan yang
sebenarnya. Menempatkan sarana sebagai tujuan utama adalah sebuah kekeliruan yang
amat besar yang didengung- dengungkan syaitan kepada manusia. Seseorang yang
hidup tanpa berpikir akan mudah sekali menjadikan sarana tersebut sebagai
tujuan. Kita dapat menyebutkan contoh-contoh lain yang serupa dalam kehidupan
sehari-hari, misalnya: tidak dapat diragukan bahwa bekerja dan menghasilkan
berbagai hal yang bermanfaat untuk masyarakat adalah perbuatan baik. Seseorang
yang beriman kepada Allah akan melakukan pekerjaan tersebut dengan bersemangat
sambil mengharapkan balasan Allah di dunia dan di akhirat. Sebaliknya jika
seorang melakukan hal yang sama tanpa mengingat Allah dan hanyamengharapkan
imbalan dunia, seperti mendapatkan jabatan tinggi agar dihormati oleh
masyarakat, maka ia telah melakukan kekeliruan. Ia telah melakukan sesuatu yang
sebenarnya dapat digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuannya, yakni
mencari ridha Allah. Ketika menemukan realitas yang sebenarnya di akhirat, ia
merasa sangat menyesal karena telah melakukan hal yang demikian. Dalam sebuah
ayat, Allah merujuk ke mereka yang terpedaya oleh kehidupan dunia sebagaimana
berikut: "(Keadaan kamu hai orang-orang munafik dan musyrikin) adalah
seperti keadaan orang-orang sebelum kamu, mereka lebih kuat daripada kamu, dan
lebih banyak harta dan anak-anaknya dari kamu. Maka mereka telah Faktor-faktor
Apakah Yang Menyebabkan Manusia Tidak Mau Berpikir? Satu diantara faktor yang paling penting
dalam menghindarkan manusia dari berpikir secara mendalam adalah kesibukan yang
berlebihan dengan masalah sehari-hari. Melihat segala sesuatu dengan
"penglihatan yang biasa", sekedar melihat tanpa perenungan Ketika melihat
beberapa hal yang baru untuk pertama kalinya, manusia mungkin menemukan
berbagai hal yang luar biasa yang mendorong mereka berkeinginan untuk
mengetahui lebih jauh apa yang sedang mereka lihat tersebut. Namun setelah
sekian lama, mereka mulai terbiasa dengan hal-hal ini dan tidak lagi merasa
takjub. Terutama sebuah benda ataupun kejadian yang mereka temui setiap hari
sudah menjadi sesuatu yang "biasa" saja bagi mereka. Sebagai contoh,
beberapa orang calon dokter merasakan adanya pengaruh terhadap dirinya ketika pertama
kali melihat jenazah. Saat pertama kali satu di antara para pasien mereka
meninggal dapat membuat mereka termenung lama. Padahal beberapa menit yang lalu
jasad tak bernyawa ini masih hidup, tertawa, memikirkan rencana-rencana,
berbicara, menikmati hidup dengan wajah yang ceria. Orang yang tadinya hidup
serta melihat dengan mata yang ceria, berbicara tentang rencana masa depan,
menikmati sarapan di pagi hari mendadak terbaring tanpa ruh. Ketika pertama
kali mayat tersebut diletakkan di depan para dokter tersebut untuk diautopsi, mereka
berpikir segala hal yang mereka lihat padanya. Tubuhnya membusuk demikian
cepat, bau yang menusuk hidung pun tercium, rambut yang tadinya terlihat indah
menjadi demikian kusut hingga tak seorang pun sudi menyentuhnya. Kesemua ini
termasuk apa yang ada di benak mereka. Lalu mereka pun berpikir: bahan
pembentuk semua manusia adalah sama dan jasad mereka akan mengalami akhir yang
serupa, yakni mereka pun akan menjadi seperti mayat yang mereka saksikan. Lain
halnya bagi seseorang yang mau merenung, tidaklah menjadi persoalan apakah ia
mendapatkan segala kenikmatan tersebut sejak lahir atau di kemudian hari. Sebab
ia tidak pernah melihat apa yang dimilikinya sebagai sesuatu yang biasa-biasa
saja. Ia paham bahwa segala yang ia punyai adalah ciptaan Allah.
Sekehendak-Nya, Allah berkuasa mengambil semua kenikmatan yang ada darinya.
Sebagai contoh, orang-orang mukmin ketika menaiki hewan tunggangan, yakni
kendaraan, mereka akan berdoa: "Supaya kamu duduk
di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk
di atasnya; dan supaya kamu mengatakan:" Maha Suci Tuhan yang telah
menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu
menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami." (QS.
Az-Zukhruf, 43: 13-14)
This is him. Tulus Setyo Pamuji. Dia pemalu alias malu-maluin. jadi fotonya unknown face gitu. |