“Telah lama kita bersama dalam sebuah
tumpuan ilmu, mari kita kenang bersama akan jasanya seorang guru” ini adalah sepenggalan
lirik lagu “Jasa Guru” yang saya kenal saat duduk dibangku SMA.
Saya dengar, para guru terdahulu
dengan semangat mengajar didepan para siswanya, dengan sabar menunggu siswa-siswinya
yang sedang mengerjakan tugas, serta telaten dalam membimbing anak didiknya.
Namun, hampir tidak pernah saya rasakan
itu semua. Hanya ada guru yang memberi tugas, lalu pergi meninggalkan
kelas, serta akan marah-marah saat tugas yang diberikan belum juga rampung.
Ada juga salah satu sekolah yang
secara tidak sengaja saya temukan, terdapat guru-guru yang sangat keras
terhadap murid-muridnya. Entah siapa yang salah, setiap hari sebelum memulai kegiatan
belajar mengajar, ada saja guru yang marah dengan mengeluarkan kata-kata yang
tidak pantas diucapkan oleh seorang pendidik.
Lantas, bukan rasa takut yang terjadi
pada para siswanya, melainkan jawaban-jawaban dan kata-kata kurang sopan yang
mereka lontarkan. Hanya membuang-buang energi dan tak ada manfaatnya untuk sang
murid. Ini bukanlah senjata yang tepat bagi
seorang guru. Bersikap serta berfikir kreatif, lebih tepat untuk dijadikan
senjata. Karena kecerdasaan tak akan ada artinya jika tidak dikembangkan
melalui krativitas. Guru yang kreatif sekuat mungkin akan menahan kemarahannya
dan akan memanfaatkan energinya untuk hal-hal yang lebih bermanfaat bagi
dirinya dan siswanya. Karena baginya, kemarahan hanya akan menunjukkan akalnya
yang tumpul. Inilah sikap guru yang membuat nyaman para siswanya.
Sedikit dialog yang saya kutip dari
novel “Dilanku” karya Pidibaiq :
“ Guru itu, digugu dan ditiru.
Kalau dia mengajariku menampar, aku juga akan menampar.”
Semoga
kutipan novel ini bisa menjadi bahan renungan untuk kita, selaku calon-calon
guru mulia bangsa. Jangan pernah jadikan jabatan “Guru” sebagai alat kuasa
untuk berbuat sewenang-wenang J