Pagi
tadi, tepatnya pukul 07.15 kediamanku dikepung kepingan dari langit. Rasanya aku
tengah rindu sekali dengan moment-moment seperti ini. Sama halnya aku rindu
mendoakan sosokmu dalam gemuruh hujan di hadapan Tuhan.
Lagi-lagi rasa itu datang, lantas diam-diam aku tunduk dalam haru. Biasanya aku tengah menanti waktu-waktu saat hadir dan menemukanmu. Lain lagi sekarang, lebih baik kau tak muncul sama sekali daripada aku harus merasa sesak dengan kehadiranmu yang acuh itu. Entah rasa apa yang tengah menghantui, namun itu terlalu mengganggu. Akupun berusaha biasa saja menghadapimu. Tapi, itu sulit. Ada yang mengganjal, dan itu menyakiti. Sesak dan itu membuatku kesulitan bernafas. Perlahan air mataku mulai terbendung. Aku tahu diri, barangakali ini hanya hayalan gila bisa menjadi yang disisimu. Tapi ini sulit, karena sosokmu selalu hadir. Iya, selalu.
Lagi-lagi rasa itu datang, lantas diam-diam aku tunduk dalam haru. Biasanya aku tengah menanti waktu-waktu saat hadir dan menemukanmu. Lain lagi sekarang, lebih baik kau tak muncul sama sekali daripada aku harus merasa sesak dengan kehadiranmu yang acuh itu. Entah rasa apa yang tengah menghantui, namun itu terlalu mengganggu. Akupun berusaha biasa saja menghadapimu. Tapi, itu sulit. Ada yang mengganjal, dan itu menyakiti. Sesak dan itu membuatku kesulitan bernafas. Perlahan air mataku mulai terbendung. Aku tahu diri, barangakali ini hanya hayalan gila bisa menjadi yang disisimu. Tapi ini sulit, karena sosokmu selalu hadir. Iya, selalu.